IVS | Tuban, Jawa Timur – Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) dengan tegas mengecam tindakan percobaan pembunuhan berencana terhadap Sukamto, jurnalis Memoterkini.com, dan penganiayaan berat yang dialami Brendi, jurnalis Bratapos.com. Insiden keji ini terjadi pada Senin, 11 November 2024, di kawasan Perhutani, Kecamatan Kerek, Tuban, Jawa Timur, tepatnya di jalan menuju areal tambang pasir kuarsa.
Menurut kronologi yang diceritakan korban, Brendi dan Sukamto sedang menuju bekas area tambang pasir kuarsa milik Suprapto. Di perjalanan, mereka dihadang oleh seorang preman yang mengendarai motor RX King. Preman itu memaksa mereka berbalik arah tanpa alasan jelas. Dalam insiden ini, pelaku sempat melakukan panggilan video dengan seseorang yang wajahnya dikenali Brendi sebagai As, seorang pengelola tambang pasir kuarsa.
Belum sempat meninggalkan lokasi, empat preman lain datang membawa senjata tajam. Mereka langsung menyerang dengan memecahkan kaca mobil, menyerang Sukamto, dan memukuli Brendi. Sukamto menjadi sasaran utama, mengalami luka bacok parah di bagian kepala dan tubuh, hingga tersungkur bersimbah darah. Brendi, meski lebam dan luka, berhasil membawa Sukamto yang pingsan ke rumah sakit.
Ketua Umum PJI, Hartanto Boechori, menyatakan bahwa tindakan ini adalah pelecehan terhadap UU Pers sekaligus ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. “Ini jelas percobaan pembunuhan berencana yang tidak dapat diterima. Wartawan menjalankan tugas jurnalistik untuk mengungkap kebenaran, namun justru menjadi korban kekerasan brutal," ujar Hartanto.
Ia mendesak Kapolres Tuban dan Kapolda Jawa Timur untuk mengusut tuntas kasus ini. “Saya harap kasus ini menjadi perhatian khusus aparat penegak hukum. Semua pihak yang terlibat, baik pelaku lapangan maupun otak di balik aksi ini, harus segera ditangkap dan diadili,” tegasnya.
Hingga saat ini, pihak PJI juga masih menunggu klarifikasi dari beberapa pihak yang diduga terkait dengan insiden tersebut. Kasus ini, menurut Hartanto, tidak hanya melukai fisik korban, tetapi juga mencederai semangat kebebasan pers di Indonesia.
(*).